Selasa, 15 Oktober 2019

SEBUAH KRITIK


“Hewan peternakan masuk dan makan di kebun orang didenda Rp.10.000.000”
Begitu bunyi sebuah dekrit yang teramat sangat mengejutkan bagi para rakyat jelata yang notabene memiliki peliharaan berupa ayam, harus menanggung denda 10 juta, apabila ayam mereka sampai masuk dan makan di kebun orang lain.
Bukankah alangkah baiknya mereka-mereka lebih dulu melakukan observasi di lapangan. Membandingkan kehidupan hewan-hewan ternak, sebab adakalanya hewan ternak dilepaskan begitu saja oleh si tuan, tidak hanya terus-terusan berada di kandang. Toh jenis ayam yang dikurung di dalam kandang paling-paling cuma beberapa jenis ayam, seperti ayam potong.
Maka hal ini menimbulkan pertanyaan dari rakyat “apakah DPR sedang bermain lelucon?”. seekor ayam diciptakan tidak mempunyai akal. Lalu bagaimana bisa mereka mengetahui patokan tanah tuannya? yang ayam tau hanyalah makan, mereka tidak terkena taklif halal atau haram.

Rakyat di indonesia saat ini masih belum bisa mengentaskan angka kemiskinan, lalu ditambah lagi oleh pemerintah yang mendesak rakyat sedemikian rupa. Begitu banyak problem yang sedang dihadapi oleh negara kita. Sedang, dalam pada itu, salah satu dekrit dari sekian dekrit yang timbul di tengah masyarakat membuat kaum bawahan menahan umpat dan laknat perihal sebuah dekrit yang mengamatringankan hukuman bagi para koruptor-koruptor kotor, padahal sudah jelas koruptorlah yang mengotori keuangan negara, bukan malah ayam.

Agaknya lebih baik menimbang sesuatu problematika menggunakan beberapa perspektif, serta memenuhi mufakat dari berbagai kalangan sebelum mengetok palu dan melemparkan suatu keputusan dari mulut golongan kecil ke tengah-tengah wajah golongan besar : rakyat
(Yhy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar