“Hewan peternakan
masuk dan makan di kebun orang didenda Rp.10.000.000”
Begitu bunyi sebuah dekrit yang teramat sangat mengejutkan bagi para rakyat jelata yang
notabene memiliki peliharaan berupa ayam, harus menanggung denda 10 juta, apabila
ayam mereka sampai masuk dan makan di kebun orang lain.
Bukankah alangkah
baiknya mereka-mereka lebih dulu melakukan observasi di lapangan. Membandingkan
kehidupan hewan-hewan ternak, sebab adakalanya hewan ternak dilepaskan begitu
saja oleh si tuan, tidak hanya terus-terusan berada di kandang. Toh jenis ayam
yang dikurung di dalam kandang paling-paling cuma beberapa jenis ayam, seperti ayam
potong.
Maka hal ini
menimbulkan pertanyaan dari rakyat “apakah DPR sedang bermain lelucon?”. seekor
ayam diciptakan tidak mempunyai akal. Lalu bagaimana bisa mereka mengetahui
patokan tanah tuannya? yang ayam tau hanyalah makan, mereka tidak terkena taklif halal atau haram.
Rakyat di
indonesia saat ini masih belum bisa mengentaskan angka kemiskinan, lalu ditambah
lagi oleh pemerintah yang mendesak rakyat sedemikian rupa. Begitu banyak problem
yang sedang dihadapi oleh negara kita. Sedang, dalam pada itu, salah satu
dekrit dari sekian dekrit yang timbul di tengah masyarakat membuat kaum bawahan
menahan umpat dan laknat perihal sebuah
dekrit yang mengamatringankan hukuman bagi para koruptor-koruptor kotor,
padahal sudah jelas koruptorlah yang mengotori keuangan negara, bukan malah
ayam.
Agaknya lebih
baik menimbang sesuatu problematika menggunakan beberapa perspektif, serta
memenuhi mufakat dari berbagai kalangan sebelum mengetok palu dan melemparkan suatu
keputusan dari mulut golongan kecil ke tengah-tengah wajah golongan besar : rakyat
(Yhy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar